Warga Mulai Terima Ganti Rugi Konsinyasi
Proses ganti rugi lahan untuk pembangunan tower jaringan transmisi listrik, saat ini mulai berjalan. Sejumlah warga mulai menerima ganti rugi konsinyasi demi kepentingan umum.
Salah satu warga yang menerima ganti rugi tersebut adalah H Yazid Bakri, warga Pekanbaru. Lahan miliknya seluas 441 meter persegi di Labuh Baru Barat, Kecamatan Payung Sekaki, digunakan untuk pembangunan tower jaringan transmisi 150 kV jalur GI Pasir Putih-GI Garuda Sakti.
Menurutnya, demi kepentingan umum, ia akhirnya merelakan tanahnya untuk dibangun tapak tower PLN. Walaupun harga yang diputuskan pengadilan tidak sesuai dengan harapannya, ia berupaya ikhlas.
"Saya ihlas saja. Semoga, ini berguna untuk anak cucu saya hingga mereka terus terang dapat penerangan listrik tanpa pemadaman," ungkapnya.
Pihak PLN sudah menyerahkan uang ganti rugi konsinyasi tersebut pada 20 Maret 2017 lalu. H Yazid Bakri pun sudah mengambil uang tersebut beberapa waktu lalu dan juga sudah menyelesaikan administrasinya.
Menurutnya, meski pengambilan uang konsinyasi gampang namun mesti melalui proses yang cukup panjang. Sebab, pihaknya mesti berurusan dengan pengadilan. “Sudah saya ambil uang ganti ruginya. Tidak ada dipersulit," ujarnya.
Menurutnya, dirinya mau menerima ganti rugi lahan tersebut karena dirinya ingin ikut berkontribusi untuk pembangunan listrik di Provinsi Riau. Apalagi pembangunan gardu induk tersebut untuk kepentingan bersama.
“Kalau semuanya menolak bagaimana pembangunan bisa berjalan. Selain itu, dalam Islam kita juga bisa menganggap hal ini sebagai wakaf. Mudah-mudahan bisa menjadi amal jariyah,” jelasnya.
Sementara itu, Dar Mukmin, warga lainnya yang memiliki lahan di Garuda Sakti bersikukuh tidak mau lahannya diganti rugi pihak PLN. Ia juga bersikukuh tidak mau untuk mengambil uang ganti rugi yang dititipkan ke pengadilan karena dinilai tidak sebanding dengan harga tanah yang seharusnya ia terima.
Ia mengakui, pihak pengadilan memang pernah menyampaikan soal uang ganti rugi tersebut. Namun ia tetal bersikukuh tidak mau mengambil. Tidak hanya itu, dirinya juga berencana mengajukan gugatan ke pengadilan, karena tidak sepakat terkait uang ganti rugi tersebut.
Sementara itu, Manajer Unit Pelaksanaan Jaringan Konstruksi Sumatera (UPKJS) II, Rachmat Basuki mengatakan pihaknya memberikan ganti rugi secara langsung kepada masyarakat sesuai dengan harga yang ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Sebab, lembaga ini yang dipercayakan pemerintah untuk menilai ganti rugi aset warga baik berupa tanah, tanaman maupun bangunan.
"Jadi tidak mungkin kita mempermainkan harga. Atau memberikan harga di atas yang ditetapkan KJPP," ungkapnya.
Namun demikian, pihaknya tetap mengedepankan proses musyawarah dan negosiasi dengan warga pemilik tanah.
Salah satu warga yang menerima ganti rugi tersebut adalah H Yazid Bakri, warga Pekanbaru. Lahan miliknya seluas 441 meter persegi di Labuh Baru Barat, Kecamatan Payung Sekaki, digunakan untuk pembangunan tower jaringan transmisi 150 kV jalur GI Pasir Putih-GI Garuda Sakti.
Menurutnya, demi kepentingan umum, ia akhirnya merelakan tanahnya untuk dibangun tapak tower PLN. Walaupun harga yang diputuskan pengadilan tidak sesuai dengan harapannya, ia berupaya ikhlas.
"Saya ihlas saja. Semoga, ini berguna untuk anak cucu saya hingga mereka terus terang dapat penerangan listrik tanpa pemadaman," ungkapnya.
Pihak PLN sudah menyerahkan uang ganti rugi konsinyasi tersebut pada 20 Maret 2017 lalu. H Yazid Bakri pun sudah mengambil uang tersebut beberapa waktu lalu dan juga sudah menyelesaikan administrasinya.
Menurutnya, meski pengambilan uang konsinyasi gampang namun mesti melalui proses yang cukup panjang. Sebab, pihaknya mesti berurusan dengan pengadilan. “Sudah saya ambil uang ganti ruginya. Tidak ada dipersulit," ujarnya.
Menurutnya, dirinya mau menerima ganti rugi lahan tersebut karena dirinya ingin ikut berkontribusi untuk pembangunan listrik di Provinsi Riau. Apalagi pembangunan gardu induk tersebut untuk kepentingan bersama.
“Kalau semuanya menolak bagaimana pembangunan bisa berjalan. Selain itu, dalam Islam kita juga bisa menganggap hal ini sebagai wakaf. Mudah-mudahan bisa menjadi amal jariyah,” jelasnya.
Sementara itu, Dar Mukmin, warga lainnya yang memiliki lahan di Garuda Sakti bersikukuh tidak mau lahannya diganti rugi pihak PLN. Ia juga bersikukuh tidak mau untuk mengambil uang ganti rugi yang dititipkan ke pengadilan karena dinilai tidak sebanding dengan harga tanah yang seharusnya ia terima.
Ia mengakui, pihak pengadilan memang pernah menyampaikan soal uang ganti rugi tersebut. Namun ia tetal bersikukuh tidak mau mengambil. Tidak hanya itu, dirinya juga berencana mengajukan gugatan ke pengadilan, karena tidak sepakat terkait uang ganti rugi tersebut.
Sementara itu, Manajer Unit Pelaksanaan Jaringan Konstruksi Sumatera (UPKJS) II, Rachmat Basuki mengatakan pihaknya memberikan ganti rugi secara langsung kepada masyarakat sesuai dengan harga yang ditetapkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Sebab, lembaga ini yang dipercayakan pemerintah untuk menilai ganti rugi aset warga baik berupa tanah, tanaman maupun bangunan.
"Jadi tidak mungkin kita mempermainkan harga. Atau memberikan harga di atas yang ditetapkan KJPP," ungkapnya.
Namun demikian, pihaknya tetap mengedepankan proses musyawarah dan negosiasi dengan warga pemilik tanah.
Post a Comment